Sorot Merah Putih, Jakarta – Mahkamah Agung (MA) secara resmi memberhentikan sementara empat hakim yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pemberian vonis onstslag atau putusan lepas dalam perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) yang melibatkan sejumlah korporasi besar di Indonesia.
Pernyataan resmi tersebut disampaikan oleh Juru Bicara MA, Prof. Dr. Yanto, S.H., M.H., dalam konferensi pers di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta.
Konferensi pers tersebut dimoderatori oleh Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Dr. H. Sobandi, S.H., M.H., dan turut didampingi Kepala Bagian Perundang-Undangan MA, Irwan Rosady, S.H., M.H.
“Mahkamah Agung menghormati proses hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung terhadap Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Majelis Hakim Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sepanjang penanganan dilakukan melalui mekanisme tangkap tangan,” ujar Prof. Yanto. Senin (14/04/2025).
Ia menjelaskan, merujuk pada Pasal 26 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986, seorang hakim dapat ditangkap dan ditahan atas perintah Jaksa Agung dengan persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
Selama proses hukum berlangsung, Mahkamah Agung menegaskan pentingnya menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah.
“Hakim dan panitera yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan, akan diberhentikan sementara. Jika telah terdapat putusan yang berkekuatan hukum tetap, maka akan diberhentikan secara permanen,” tegasnya.
Kronologi Kasus
Perkara CPO yang ditangani di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat melibatkan tiga perkara besar yang teregister pada 22 Maret 2024, dengan Nomor 39, 40, dan 41/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt.Pst.
Para terdakwa merupakan korporasi besar yang tergabung dalam Permata Hijau Grup, Wilmar Grup, dan Musim Mas Grup.
Majelis Hakim yang dipimpin oleh D sebagai Ketua, serta ASB dan AM sebagai anggota, pada 19 Maret 2025 menjatuhkan putusan yang menyatakan bahwa meskipun para terdakwa terbukti melakukan perbuatan sesuai dakwaan, perbuatan tersebut tidak tergolong sebagai tindak pidana.
Dengan demikian, para terdakwa dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle recht vervolging).
Namun, putusan tersebut belum berkekuatan hukum tetap karena pada 27 Maret 2025, penuntut umum mengajukan upaya hukum kasasi. Setelah proses administrasi kasasi rampung, berkas akan dikirimkan ke Mahkamah Agung secara elektronik untuk proses lebih lanjut.
Langkah Tegas MA dan Reformasi Internal
Prof. Yanto menegaskan bahwa Mahkamah Agung sangat prihatin atas peristiwa ini, terlebih di tengah upaya serius MA melakukan pembenahan sistem peradilan untuk menjadi lebih transparan, akuntabel, dan profesional.
“Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa integritas peradilan adalah harga mati. Oleh karena itu, MA terus melakukan evaluasi dan reformasi sistem peradilan,” katanya.
Pada hari yang sama, Pimpinan MA menggelar Rapat Pimpinan (Rapim) guna membahas revisi Surat Keputusan KMA RI Nomor 48/KMA/SK/II/2017 tentang Pola Promosi dan Mutasi Hakim di Empat Lingkungan Peradilan.
Sebagai bagian dari langkah pembenahan, Badan Pengawasan MA telah membentuk Satuan Tugas Khusus (Satgassus) yang bertugas melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kedisiplinan, kinerja, dan kepatuhan terhadap kode etik dan pedoman perilaku hakim serta aparatur peradilan di wilayah hukum DKI Jakarta.
Lebih lanjut, Mahkamah Agung juga akan menerapkan sistem penunjukan majelis hakim secara digital berbasis teknologi kecerdasan buatan melalui aplikasi Smart Majelis, baik di tingkat pertama maupun banding.
“Penerapan Smart Majelis ini bertujuan untuk meminimalisir potensi judicial corruption dan memastikan sistem peradilan berjalan lebih objektif dan transparan,” pungkas Prof. Yanto.*Boelan
BeritaTerkait :
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp sorotmerahputih.com klik di sini