Sorot Merah Putih, Jakarta – Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menanggapi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang mengatur soal impunitas atau perlindungan hukum terhadap Advokat saat menjalankan tugas.
Menurut Tanak, ketentuan tersebut tidak tepat diatur dalam hukum acara pidana.
“Sebagai penegak hukum, sudah selayaknya advokat mendapat perlindungan hukum dalam menjalankan tugasnya. Namun, itu seharusnya diatur dalam Undang-Undang Advokat, bukan dalam KUHAP,” tegas Johanis Tanak dalam keterangannya, Jumat (11/7/2025).
Tanak menjelaskan bahwa KUHAP adalah hukum pidana formil yang mengatur tata cara penegakan hukum pidana materiil, seperti penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan persidangan hingga upaya hukum lanjutan.
Sementara perlindungan profesi atau impunitas lebih tepat jika ditempatkan dalam hukum profesi yang bersifat khusus, seperti yang berlaku pada jaksa melalui Undang-Undang Kejaksaan.
“UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat bukan bagian dari hukum pidana materiil. Maka secara yuridis, impunitas bagi advokat tidak bisa dimasukkan ke dalam KUHAP,” terangnya.
Tanak menilai, pencantuman klausul impunitas advokat dalam Pasal 140 ayat (2) RUU KUHAP berpotensi menciptakan kerancuan norma dan tumpang tindih hukum.
Ia mendorong agar para pembuat undang-undang lebih berhati-hati dan konsisten dalam menempatkan aturan sesuai dengan hierarki dan fungsi hukumnya.
“Kalau advokat ingin mendapatkan perlindungan hukum secara lebih kuat, tempatnya di revisi UU Advokat, bukan di KUHAP,” tegasnya.
DPR dan Pemerintah Sepakat Klausul Advokat Masuk RUU KUHAP
Sebelumnya, Komisi III DPR RI dan pemerintah menyepakati memasukkan ketentuan perlindungan hukum bagi advokat dalam Pasal 140 ayat (2) RUU KUHAP.
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menyebut, seluruh fraksi telah menyetujui usulan ini usai menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan organisasi advokat dan lembaga masyarakat.
“Kemarin sudah melakukan RDP, banyak pihak yang menyampaikan pentingnya memperkuat perlindungan advokat juga di KUHAP, tidak hanya di UU Advokat,” ujar Habiburokhman dalam rapat Panja RUU KUHAP di Gedung DPR RI, Kamis (10/7/2025).
Adapun bunyi pasal yang disepakati: “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar persidangan”.
Menurut Habiburokhman, rumusan tersebut telah mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi serta memperjelas perlindungan advokat, termasuk saat menjalankan tugas di luar pengadilan.
Ia menegaskan bahwa frasa “iktikad baik” merujuk pada pelaksanaan tugas sesuai dengan kode etik profesi.
Tanak: Perlu Konsistensi Hukum
Johanis Tanak kembali menekankan bahwa memasukkan norma impunitas ke dalam hukum acara pidana berisiko memperlemah prinsip akuntabilitas.
“Perlindungan boleh diberikan, tapi penempatan normanya harus tepat. Jangan sampai malah membuka celah penyalahgunaan kewenangan dalam proses peradilan pidana,” ujarnya.
Ia pun mengimbau pembuat undang-undang untuk tidak terburu-buru mengakomodasi usulan kelompok tertentu tanpa pertimbangan sistem hukum secara menyeluruh.
“Konsistensi antar aturan hukum adalah fondasi penegakan hukum yang adil dan profesional,” tutup Tanak.*
Baca juga :
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp sorotmerahputih.com klik di sini
















