Sorot Merah Putih, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan enam tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Sumatera Selatan untuk tahun anggaran 2024-2025.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto dalam konferensi pers didampingi Dirdik, Asep Guntur Rahayu dan Jubir KPK Tessa Mahardika, di Gedung Merah Putih, Minggu (16/03/2025) menjelaskan, penetapan tersangka ini merupakan hasil dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada Sabtu, 15 Maret 2025.
“Sejak beberapa waktu lalu, KPK melalui Kedeputian Penindakan, dengan dukungan Kedeputian lainnya, telah melakukan penyelidikan tertutup atau biasa dikenal dengan kegiatan tangkap tangan yang membuahkan hasil dengan penangkapan beberapa pihak terkait,” ungkap Setyo.

Enam Tersangka Ditetapkan KPK
KPK mengungkap enam orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu: Nopriansyah (Nop) selaku Kepala Dinas PUPR OKU; Anggota DPRD OKU Ferlan Juliansyah (FJ); Ketua Komisi III DPRD OKU M Fahrudin (MFR); dan Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati (UH).
Dan dua lainnya, M Fauzi alias Pablo dari pihak swasta, dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS) dari pihak swasta.
“Penetapan tersangka ini setelah dilakukan proses ekspose perkara tersebut dengan Pimpinan,” jelas Setyo.
Kronologi Kasus
Pada Januari 2025, dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) OKU tahun anggaran 2025, sejumlah perwakilan DPRD meminta alokasi dana pokok pikiran (pokir) dalam bentuk proyek fisik senilai Rp45 miliar di Dinas PUPR OKU.
Angka tersebut kemudian dikurangi menjadi Rp35 miliar karena keterbatasan anggaran, dengan komitmen fee sebesar 20% bagi anggota DPRD, yang totalnya mencapai Rp7 miliar.
Setelah APBD 2025 disetujui, anggaran Dinas PUPR OKU meningkat dari Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar. Setyo mengungkapkan bahwa praktik jual beli proyek dengan pemberian fee kepada pejabat Pemda dan DPRD OKU sudah menjadi kebiasaan.
Untuk memenuhi komitmen tersebut, Nopriansyah mengatur sembilan proyek pengadaan melalui sistem e-katalog, diantaranya:
-Pembangunan Kantor Dinas PUPR Kab OKU senilai Rp 9,888,007,167.69 dengan Penyedia CV Daneswara Satya Amerta;
-Pembangunan jembatan Desa Guna Makmur senilai Rp 983,812,442.82 dengan Penyedia CV Gunten Rizky;
-Peningkatan jalan poros Desa Tanjung Manggus – Desa Bandar Agung senilai Rp 4,928,950,500.00 dengan Penyedia CV Daneswara Satya Amerta;
-Peningkatan jalan desa Panai Makmur – Guna Makmur senilai Rp 4,923,290,484.24 dengan Penyedia CV Adhya Cipta Nawasena;
-Peningkatan jalan unit XVI – Kedaton Timur Rp 4,928,113,967.57 dengan penyedia CV MDR Coorporation;
-Peningkatan jalan Let. Muda M. Sidi Junet Rp 4,850,009,358.12 dengan penyedia CV Berlian Hitam; dan
-Peningkatan jalan Desa Makarti tama Rp 3,939,829,135.84 dengan penyedia CV MDR Coorporation.
-Rehabilitasi Rumdin Bupati senilai Rp 8,397,563,094.14, dengan Penyedia CV Royal Flush;dan
-Rehabilitasi Rumdin Wakil Bupati Rp 2,465,230,075.95, dengan Penyedia CV Rimbun Embun;
Selanjutnya Nop menawarkan 9 proyek tersebut kepada M. Fauzi alias Pablo (MFZ) dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS) dengan komitmen fee sebesar 22%, yaitu 2% untuk Dinas PUPR dan 20% untuk DPRD.
Nop kemudian mengkondisikan pihak swasta yang mengerjakan dan PPK untuk menggunakan CV yang ada di Lampung Tengah, kemudian penyedia dan PPK melakukan penandatanganan kontrak di Lampung Tengah.

OTT dan Barang Bukti
Menjelang Hari Raya Idul Fitri, sejumlah anggota DPRD menagih fee proyek kepada Nopriansyah, yang dijanjikan akan diberikan sebelum lebaran melalui pencairan uang muka proyek. Pada 13 Maret 2025, MFZ mencairkan Rp2,2 miliar dari Bank Sumselbabel, meskipun Pemda OKU tengah mengalami permasalahan arus kas. Sebagian uang tersebut dititipkan kepada seorang pegawai di Dinas Perkim OKU.
Pada 15 Maret 2025, tim penyelidik KPK menggelar OTT dan mengamankan uang tunai Rp2,6 miliar yang merupakan bagian dari fee untuk DPRD. Selain itu, tim juga mengamankan enam tersangka, satu unit kendaraan Toyota Fortuner, dokumen, alat komunikasi, dan barang bukti lainnya.
Pasal yang Dilanggar dan Penahanan
Para tersangka dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu:
Terhadap FJ bersama sama MFR, UM dan Nop, diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sementara terhadap dua pihak swasta, MFZ dan ASS diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Enam tersangka resmi ditahan mulai 16 Maret 2025 hingga 4 April 2025. FJ, MFR, dan UH ditahan di Rutan KPK Cabang Klas I Jakarta Timur.
Sementara Nop, MFZ, dan ASS ditahan di Rutan KPK Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan.
KPK menegaskan komitmennya untuk terus memberantas praktik korupsi di lingkungan pemerintahan dan meminta seluruh pejabat daerah untuk tidak menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan pribadi.*Boelan
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp sorotmerahputih.com klik di sini