Sorot Merah Putih, Jakarta – Politikus Partai Demokrat, Andi Arief, menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) tidak bertujuan untuk mengembalikan konsep Dwifungsi ABRI seperti pada era Orde Baru.
Pernyataan ini disampaikan menanggapi kekhawatiran publik terhadap sejumlah pasal dalam RUU yang dinilai membuka ruang bagi militer untuk berperan di luar tugas pertahanan.
“Saya sudah membaca semua draft RUU itu, tidak ada desain besar untuk kembali seperti zaman dwifungsi ABRI era Orba,” ujar Andi Arief melalui akun X @Andiarief, Sabtu (16/03/2025).
Ia juga mengimbau masyarakat agar tidak berlebihan dalam menanggapi konsep Civic Mission dan keterlibatan militer dalam tugas diluar perang.
Menurutnya, semua ketentuan yang diatur dalam revisi UU ini tetap berada dalam koridor hukum yang berlaku.
“Jangan ada kekhawatiran berlebihan terhadap Civic Mission dan kerja militer selain perang yang dilindungi aturan,” tambahnya.
Sejumlah pihak sebelumnya mengkritik revisi UU TNI karena dinilai berpotensi membuka ruang bagi militer untuk lebih aktif dalam urusan sipil.
“Takut atau tidak itu sangat bergantung pada apa yang kita lakukan. Khawatir boleh, ketakutan yang berlebihan harus dihindari. Selama ada kebebasan berpendapat dan berorganisasi, tidak perlu khawatir berlebihan,” ucapnya.
Meski demikian, pemerintah dan pihak terkait menegaskan bahwa revisi ini bertujuan untuk memperkuat profesionalisme TNI dalam menjalankan tugasnya.
Pemerintah Ajukan Revisi UU TNI
Sebelumnya, Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo Subianto mengajukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Revisi ini mencakup beberapa poin utama, diantaranya aturan mengenai prajurit TNI yang ditempatkan di kementerian atau lembaga lain.
Sjafrie menjelaskan bahwa dalam revisi yang diajukan, prajurit TNI aktif diusulkan dapat menempati posisi di 15 kementerian dan lembaga negara.
Namun, bagi mereka yang ditempatkan di luar institusi militer, tetap diwajibkan untuk pensiun dini terlebih dahulu.
“Jadi ada 15 kementerian dan lembaga. Kemudian untuk jabatan-jabatan tertentu lainnya, jika ingin ditempatkan, mereka harus pensiun lebih dahulu,” ujar Sjafrie di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (11/03/2025).
Adapun kementerian dan lembaga yang diusulkan dalam revisi UU TNI meliputi Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, dan Lemhanas.
Selain itu, juga mencakup Dewan Pertahanan Nasional (DPN), SAR Nasional, Badan Narkotika Nasional (BNN), Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Keamanan Laut, Kejaksaan Agung, serta Mahkamah Agung.
Sjafrie menegaskan bahwa revisi ini tidak hanya mengatur penempatan prajurit TNI dalam jabatan sipil, tetapi juga mencakup tiga poin utama lainnya, yaitu kedudukan TNI dalam sistem ketatanegaraan, perpanjangan usia dinas, serta pengaturan lebih lanjut terkait posisi TNI dalam pemerintahan.
Menanggapi posisi Letkol Inf Teddy Indra Wijaya yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Kabinet (Seskab), Sjafrie tidak memberikan tanggapan secara langsung.
Namun, ia memastikan bahwa dalam rancangan revisi UU TNI, prajurit aktif yang ingin menduduki jabatan di kementerian atau lembaga tertentu tetap harus menjalani prosedur pensiun terlebih dahulu.
Revisi UU TNI ini masih dalam tahap pembahasan dan terus menjadi sorotan berbagai pihak, baik dari kalangan aktivis, poltisi, akademisi, pengamat militer, maupun organisasi masyarakat sipil.*Boelan
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp sorotmerahputih.com klik di sini