Sorot Merah Putih, Jakarta – Peserta Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) kini dapat menikmati manfaat uang tunai sebesar 60 persen dari gaji terakhir selama enam bulan setelah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
Kebijakan ini berlaku setelah Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Program JKP pada 7 Februari 2025.
Kebijakan terbaru ini dianggap sebagai langkah maju dalam melindungi kesejahteraan pekerja. Sejak berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja, jumlah pesangon yang diterima pekerja memang mengalami penurunan signifikan.
Jika sebelumnya, berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pekerja yang telah bekerja puluhan tahun bisa menerima hingga 32 kali upah, kini maksimal hanya 19 kali upah, ditambah manfaat JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan) yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Sementara, berdasarkan PP Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program JKP, pekerja yang terkena PHK berhak atas uang tunai sebesar 45 persen dari upah untuk tiga bulan pertama dan 25 persen dari upah selama tiga bulan berikutnya.
Selain itu, ada manfaat tambahan berupa pelatihan kerja untuk membantu pekerja beralih ke bidang lain.
Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Jumhur Hidayat, menyambut baik penerbitan PP Nomor 6 Tahun 2025 ini.
“Alhamdulillah, ini jelas lebih menguntungkan buruh dibandingkan dengan aturan sebelumnya. Artinya, selama enam bulan sejak di-PHK, para pekerja bisa menerima uang tunai 60 persen dari upah terakhir,” ucapnya. Senin (17/02/2025).
Menurutnya, aturan baru ini memberikan kepastian dan perlindungan yang lebih baik bagi buruh yang terdampak PHK.
“Ini merupakan kebijakan yang pro-buruh dan akan berdampak positif dalam menjaga daya beli masyarakat, yang merupakan motor utama pertumbuhan ekonomi,” ujar Jumhur.
Jumhur juga menilai bahwa pemerintahan Prabowo Subianto sejauh ini menunjukkan keberpihakan yang nyata kepada kaum buruh dan masyarakat lemah.
Ia menekankan pentingnya menjaga momentum ini demi menciptakan keseimbangan antara kepentingan dunia usaha dan kesejahteraan pekerja.
“Membela kaum yang lemah bukan berarti mengesampingkan dunia usaha. Justru, dengan membangun kolaborasi yang sehat, kita bisa menciptakan kegiatan ekonomi yang menguntungkan banyak pihak. Yang perlu disingkirkan adalah parasit-parasit ekonomi seperti korupsi, importir ilegal, dan keserakahan yang menghambat perkembangan dunia usaha,” pungkasnya.
Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan pekerja yang mengalami PHK dapat tetap memenuhi kebutuhan hidupnya sambil mencari peluang kerja baru, sekaligus berkontribusi dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional.*(sorotmerahputih)
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp sorotmerahputih.com klik di sini