Sorot Merah Putih, Jakarta – Masyarakat dihadapkan pada berbagai narasi terkait revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025, Kamis (20/03/2025).
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, memberikan klarifikasi guna meluruskan persepsi yang berkembang di publik.
Habiburokhman menegaskan bahwa konsep Dwi Fungsi ABRI, yang pertama kali diperkenalkan oleh Jenderal AH Nasution, merupakan gagasan netral yang pada dasarnya menempatkan TNI tidak hanya dalam peran pertahanan negara, tetapi juga dalam pemerintahan.
Namun, ia mengakui bahwa dalam era Orde Baru, konsep ini dipraktikkan secara berbeda hingga menimbulkan dampak negatif, dimana TNI tidak hanya berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara, tetapi juga mendominasi berbagai sektor.
“Pada masa itu, banyak kepala daerah berasal dari perwira aktif ABRI (TNI), bahkan institusi ini memiliki fraksi di DPR tanpa melalui pemilu, dengan jumlah anggota mencapai seperlima dari total anggota DPR. Hampir semua Kementerian juga diisi oleh Perwira aktif, bahkan ABRI turut terlibat dalam kegiatan bisnis,” jelas Habiburokhman, Minggu (23/03/2025).
Namun, Politisi Gerindra ini menegaskan bahwa pengesahan revisi UU TNI saat ini jauh dari penerapan Dwi Fungsi ABRI seperti di era Orde Baru.
Habiburokhman, yang dikenal sebagai aktivis 1998, menegaskan bahwa revisi UU TNI tetap membatasi ruang gerak prajurit TNI dalam pemerintahan, dengan hanya diperkenankan menduduki jabatan di luar struktur TNI yang relevan dengan tugas pertahanan negara.
“Prajurit TNI hanya dapat mengisi posisi di lembaga-lembaga seperti Badan Penjaga Perbatasan, Badan Keamanan Laut, Jaksa Agung Pidana Militer di Kejaksaan Agung, Hakim Agung Militer di Mahkamah Agung, dan beberapa lembaga lain yang berhubungan erat dengan tugas TNI,” tegasnya.
Habiburokhman juga menyoroti peran aktif prajurit TNI dalam membantu berbagai permasalahan di luar sektor pertahanan, seperti saat pandemi Covid-19, di mana mereka mendukung tenaga kesehatan dalam vaksinasi, penyemprotan disinfektan, serta distribusi bantuan.
Selain itu, TNI juga selalu berada di garis terdepan dalam penanggulangan bencana alam seperti banjir, gempa bumi, tsunami, dan gunung meletus.
Dalam revisi UU TNI yang telah disahkan, terdapat sejumlah ketentuan yang tetap ditegakkan untuk memastikan bahwa TNI tidak kembali ke konsep Dwi Fungsi ABRI, antara lain:
Prajurit TNI tidak diperbolehkan menjadi kepala daerah tanpa melalui Pemilu atau Pilkada.
TNI tidak diizinkan memiliki fraksi di DPR/DPRD tanpa melalui Pemilu.
Prajurit TNI tidak diperbolehkan menduduki jabatan di kementerian atau lembaga yang tidak memiliki keterkaitan dengan tugas TNI.
TNI tidak diperkenankan untuk terlibat dalam aktivitas bisnis.
“Dengan ketentuan ini, sangat jelas bahwa revisi UU TNI bukanlah bentuk kembalinya Dwi Fungsi ABRI,” pungkas Habiburokhman.*Boelan
Berita telah tayang di Kabariku.com
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp sorotmerahputih.com klik di sini