Sorot Merah Putih, Jakarta – Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) Budiman Sudjatmiko menilai peristiwa yang terjadi pada 28-30 Agustus 2025 bukan sekadar demonstrasi biasa.
Ia menyebut kejadian itu sebagai fenomena unik yang menandai babak baru dalam sejarah politik Indonesia modern.
“Ini peristiwa kerusuhan unik terbesar pertama dalam sejarah Indonesia modern,” ujar Budiman dalam program Rakyat Bersuara bertajuk “Aksi Massa, Siapa Berada di Baliknya?” yang tayang di iNews, Selasa (2/9/2025).
Demonstrasi Digital: Dari Gerakan Terorganisasi ke Era Algoritma
Budiman membandingkan aksi tersebut dengan demonstrasi di era 1990-an saat ia masih menjadi aktivis.
Menurutnya, gerakan di masa lalu memiliki arah dan landasan yang jelas, disusun melalui manifesto, analisis politik, ekonomi, hingga geopolitik.
“Dulu kami bikin PRD dengan teman-teman, bikin manifestonya, bikin tuntutannya, bikin analisa politik dan ekonomi, bahkan geopolitiknya. Semua ada arah dan tujuan yang jelas,” kenangnya.
Namun, aksi Agustus 2025 dinilai berbeda jauh. Budiman mengungkapkan bahwa demonstrasi kali ini tidak hanya digerakkan oleh manusia, tetapi juga oleh algoritma. Digitalisasi dan media sosial memainkan peran besar dalam menggerakkan massa secara spontan dan masif.
“Sekarang ini, terutama terakhir ini, kalau kita lihat perkembangannya, mungkin ini demonstrasi pertama di mana bukan cuma manusia yang bisa mengendalikan, tapi algoritma,” jelasnya.
Chat GPT dan Algoritma Sentimen Jadi Senjata Baru
Budiman mencontohkan bagaimana teknologi kecerdasan buatan (AI) seperti ChatGPT dimanfaatkan untuk mengatur strategi gerakan.
Menurutnya, penggerak aksi bisa berada di luar negeri dan tetap mengendalikan situasi melalui kanal digital.
Lebih lanjut, Budiman menjelaskan bahwa teknologi memungkinkan pengendalian aksi massa dari jarak jauh tanpa harus berada di lokasi.
“Saya mungkin ada di Manila, saya bisa kok memerintahkan lewat kanal YouTube, TikTok, IG, atau apa pun,” ujarnya.
Menurutnya, tuntutan aksi pun bisa berubah setiap hari sesuai situasi.
“Saya bisa memerintahkan menyusun tuntutan-tuntutan yang saya ubah tiap hari, lalu menyebarkannya melalui kanal-kanal yang menjangkau luas berdasarkan algoritma sentimen sosial pagi itu,” jelasnya.
Budiman menyebut peran kecerdasan buatan dalam proses tersebut.
“Padahal, saya ngomong sama Chat GPT: bikinkan aku tuntutan slogan sesuai kondisi psikologi politik yang terjadi di Jakarta, Yogyakarta, Bandung pagi ini, supaya bisa mengaduk emosi kerumunan massa di Jakarta pada jam 7 malam. Chat GPT akan bisa menuliskannya,” tambahnya.
Simbol Visual dan Solidaritas Digital
Fenomena ini juga terlihat dari munculnya simbol-simbol visual seperti tren” Brave Pink Hero Green” yang viral di media sosial. Kombinasi warna pink dan hijau menjadi identitas digital yang cepat menyebar dan diadopsi masyarakat sebagai bentuk solidaritas virtual.
Aksi massa di era algoritma tidak lagi hanya berbicara soal ideologi dan organisasi, tetapi juga bagaimana teknologi mampu memengaruhi arah dan skala sebuah gerakan.***
Baca juga :
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp sorotmerahputih.com klik di sini