Sorot Merah Putih, Jakarta – Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan terkait kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan atau obstruction of justice di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (14/03/2025).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rampung membacakan dakwaan kedua untuk Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto.
Politikus itu diduga bersama Harun Masiku dan kawan-kawan menyuap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Wahyu Setiawan.

“Terdakwa (Hasto) bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah SDG57.350 atau setara Rp600 juta kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu kepada Wahyu Setiawan,” kata Jaksa membacakan dakwaannya.
Jaksa menjelaskan, uang itu dimaksudkan agar Wahyu memenangkan Harun sebagai anggota DPR dalam permohonan pergantian antarwaktu (PAW) terhadap Riezky Aprilia. Transaksi suap ini dibantu oleh mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina.
Dalam kasus ini, Donny dan Saeful merupakan orang kepercayaan Hasto. Kedua orang itu dipanggil Hasto untuk membantu Harun menjadi anggota DPR.
“Karena sudah menjadi keputusan partai, dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai anggota DPR,” jelas Jaksa.
Kedua orang itu juga diperintah Hasto untuk melaporkan semua perkembangan PAW Harun di KPU. Termasuk, penyerahan suap kepada Wahyu yang sudah direncanakan.
PDI Perjuangan sejatinya menilai Harun merupakan caleg terbaik dan bisa menggantikan Nazaruddin Kiemas karena meninggal, meski menang dalam pemilihan.
PDI Perjuangan akhirnya mengupayakan adanya fatwa penggantian ke Mahkamah Agung (MA) dan berkasnya diserahkan ke KPU pada Agustus 2019.
“KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI Perjuangan karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” ucap Jaksa.
PDI Perjuangan kemudian meminta fatwa dari MA untuk memerintahkan KPU menjalankan putusan. Mereka menilai bahwa penetapan suara caleg yang meninggal harus diserahkan kepada pimpinan partai.
Jaksa pun mengungkap pertemuan buron Harun Masiku bersama Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di ruang kerja mantan Ketua MA (saat itu) Hatta Ali.
“Pada saat fatwa MA diterbitkan MA, terdakwa dan Harun Masiku sedang berada di ruang kerja Ketua MA (saat itu) Hatta Ali dan menerima fatwa MA tersebut,” ujar Jaksa.
Tak lama setelah fatwa MA keluar, Saeful Bahri meminta bantuan Agustiani Tio untuk melobi Wahyu menyelesaikan proses PAW Harun. Permintaan itu diterima langsung.
Sejatinya, Wahyu meminta dana Rp1 miliar untuk menyelesaikan PAW Harun. Namun, Saeful, melalui Tio melobi harga menjadi Rp750 juta.
Namun, lobi itu gagal, dan uang yang diminta tetap Rp1 miliar. Harun saat itu hanya mampu memberikan Rp600 juta, dibantu oleh Hasto Rp400 juta.
“Kusnadi, selaku staf DPP PDI Perjuangan menemui Donny Tri Istiqomah, kemudian Kusnadi menyerahkan titipan uang terdakwa Rp400 juta yang dibungkus oleh amplop warna coklat di dalam tas ransel warna hitam dengan mengatakan ‘Mas ini ada perintah Pak Sekjen untuk menyerahkan duit operasional Rp400 juta ke Pak Saeful, yang Rp600 juta Harun Masiku’,” ucap jaksa.
Donny kemudian menginfokan dana itu ke Saeful melalui WhatsApp. Uang disrerahkan Donny ke Saeful di Starbucks Metropole, Cikini.
“Saeful Bahri meminta sopirnya Moh Ilham Yulianto untuk memindahkan uang dari mobil Donny Tri Istiqomah ke mobil Saeful Bahri. Selanjutnya Saeful Bahri menukar utang sebesar Rp200 juta ke dalam mata uang dollar Singapura setara SGD20 ribu,” kata jaksa.
Selanjutnya, Saeful menyerahkan SGD19 ribu ke Tio untuk diserahkan ke Wahyu. Total, eks komisioner itu menerima SGD15 ribu, dan Tio menerima SDG4 ribu.
Uang itu belum final. Wahyu masih menunggu termin kedua dari Harun yang disebut akan diserahkan pada 23 Desember 2019.
Harun menyerahkan Rp850 juta kepada Kusnadi di DPP PDIP. Uang yang diserahkan itu diketahui Hasto berdasarkan laporan dari Saeful.
Tiga hari setelahnya, Saeful menyerahkan Rp400 juta berupa SGD38.350 kepada Tio. Itu, merupakan dana operasional untuk Wahyu dalam proses PAW Harun.
“Sedangkan sisa uang dari Harun Masiku sebesar Rp450 juta untuk Agustiani Tio Fridelina sebesar Rp50 juta, untuk Donny Tri Istiqomah sebesar Rp170 juta, dan selebihnya sebesar Rp230 juta untuk kebutuhan operasional Saeful Bahri dan tim supporting,” ucap jaksa.
Meski sudah ada pembayaran, proses PAW Harun tidak berjalan mulus karena Riezky Aprilia sudah dilantik sebagai anggota DPR. Wahyu kemudian menyoba membahas permintaan PDIP itu melalui rapat pleno di KPU pada 8 Januari 2020.
Di hari yang sama, Wahyu meminta Tio mengirimkan Rp50 juta yang disimpan Saeful ke rekeningnya. Uang itu disebut sebagai biaya ganti pertemuan.
Sebelum dikirimkan, Wahyu, Tio, Saeful, dan Donny ditangkap KPK. Tim penyelidik menemukan SGD38.350 sebagai barang bukti.
Dalam dugaan ini, Hasto didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.*Boelan
Baca juga :
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp sorotmerahputih.com klik di sini