Sorot Merah Putih, Jakarta – Minimnya pengawasan terhadap dana desa berisiko membuka celah penyalahgunaan anggaran, yang dapat menghambat pemerataan ekonomi serta pengentasan kemiskinan.
Untuk itu, diperlukan tata kelola desa yang lebih transparan guna memastikan roda pemerintahan di desa berjalan bersih dan bebas dari korupsi.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Reda Manthovani, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Wihaji, Menteri Pariwisata Widyanti Putri, Menteri Pemuda dan Olahraga Nandito Ariotedjo, serta 14 pejabat tinggi dari kementerian, lembaga, dan institusi lainnya.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Fitroh Rohcahyanto, menegaskan hal tersebut saat menyampaikan keynote speech dalam acara Aksi Memperkuat Pengawasan Tata Kelola Pemerintah untuk Mewujudkan Asta Cita ke-6 Presiden Prabowo yang bertajuk Membangun Desa dari Bawah untuk Pemerataan Ekonomi & Pemberantasan Kemiskinan di Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT), Kamis (27/02/2025).
Menurut Fitroh, desa merupakan bagian integral dari wilayah pemerintahan kabupaten. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan desa harus selaras dengan rencana pembangunan daerah dan nasional.
“Desa merupakan bagian integral dalam satu wilayah pemerintahan kabupaten. Maka sudah semestinya rencana pembangunan desa, mulai dari RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa) harus disinkronkan dengan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) pada tingkat kabupaten yang tentu harus selaras dengan RPJMD Provinsi dan RPJMN,” tegas Fitroh.
Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa alokasi dana desa untuk tahun anggaran 2025 mencapai Rp71 triliun.
Untuk memastikan anggaran ini dikelola dengan baik, KPK melalui Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) telah menyusun 15 aksi prioritas, salah satunya terkait penguatan tata kelola pemerintah desa.
Dalam periode 2025-2026, Stranas PK telah merekomendasikan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar mewajibkan penggunaan Sistem Pengawasan Keuangan Desa (Siswakeudes) guna meningkatkan pengawasan keuangan di tingkat desa.
“Oleh karena itu, kerja sama lintas kementerian/lembaga terutama Kemendes PDTT, Kemendagri, Kemenkeu dan Bappenas, termasuk Kemenpan RB, sangat diharapkan agar perbaikan kualitas belanja tidak hanya terjadi di tingkat pusat dan daerah, namun juga sampai ke level pemerintahan desa,” tambah Fitroh.
Peran KPK dalam Mewujudkan Desa Bersih Korupsi
Menteri Desa PDT, Yandri Susanto, menegaskan bahwa pengawasan yang dilakukan KPK dan aparat penegak hukum (APH) merupakan bagian dari upaya serius dalam mewujudkan pemerataan ekonomi di desa.

Menteri Yandri mengungkapkan bahwa data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 mencatat sebanyak 75.753 penduduk Indonesia masih tinggal di desa.
“Semua potensi di desa kita maksimalkan. Kemendes sudah menjalankan 12 aksi dalam rangka mewujudkan Asta Cita ke-6 Presiden. Ada bumdes, swasembada pangan, swasembada air, swasembada energi, desa wisata, desa ekspor, desa ramah anak, dan lainnya. Maka peran KPK di sini dapat memperkuat dan mendorong pengawasan roda pemerintahan desa,” ujar Yandri.
Memperkuat Pengawasan dan Tata Kelola Pemerintahan Desa
Sementara itu Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM-Intel) Reda Manthovani mewakili Jaksa Agung RI Burhanuddin, menegaskan komitmen Kejaksaan dalam memperkuat pengawasan dan tata kelola pemerintahan desa dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkeadilan dan bebas dari penyimpangan.

Jaksa Agung menyoroti pentingnya kolaborasi antara Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam memperkuat pengawasan terhadap penggunaan dana desa.
Dengan koordinasi yang baik, diharapkan dapat meminimalisir penyalahgunaan kewenangan serta mencegah penyimpangan yang berpotensi merugikan keuangan negara.
“Penguatan sinergi antara kedua institusi ini akan meningkatkan efektivitas pengawasan serta mempercepat penyelesaian laporan atau pengaduan terkait dugaan penyimpangan,” jelas Reda Manthovani mewakili Jaksa Agung RI Burhanuddin.
Sebagai langkah nyata dalam pencegahan korupsi, Kejaksaan telah menginisiasi program Jaksa Garda Desa (Jaga Desa) melalui Instruksi Jaksa Agung (INSJA) Nomor 5 Tahun 2023.
Program ini bertujuan untuk membangun kesadaran hukum di masyarakat desa serta memberikan pendampingan kepada perangkat desa dalam pengelolaan dana desa secara transparan dan bertanggung jawab.
Program ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman aparatur desa terhadap regulasi keuangan negara serta menghindarkan mereka dari tindakan yang melanggar hukum.
“Keberhasilan pembangunan desa bukan hanya tanggung jawab aparat penegak hukum, tetapi menjadi tugas bersama seluruh elemen bangsa, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, dan media,” tambahnya.
Desa Antikorupsi sebagai Model Percontohan
Selain aksi Stranas PK, KPK melalui Direktorat Peran Serta Masyarakat terus mendorong pembentukan budaya antikorupsi di desa dengan menghadirkan program Desa Antikorupsi.
Sejak 2021 hingga 2024, sebanyak 33 Desa Antikorupsi telah dibentuk di berbagai wilayah di Indonesia. Desa-desa ini diharapkan menjadi contoh dalam menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan.
Pembangunan desa yang berkelanjutan berorientasi pada peningkatan taraf hidup masyarakat serta penguatan ekonomi kerakyatan.
Dengan terciptanya budaya antikorupsi, diharapkan masyarakat desa dapat bersama-sama membangun daerah mereka secara bersih dan berintegritas.
“Pemerintah desa berperan penting untuk kemajuan daerah. Kepala desa sebagai kepala pemerintahan (desa) harus amanah, terlebih anggaran untuk desa dari (pemerintah) pusat lebih dari ribuan triliun. Seluruhnya bermuara pada kesejahteraan masyarakat,” tutup Fitroh.*Boelan
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp sorotmerahputih.com klik di sini