Sorot Merah Putih, Jakarta – Kementerian Pertahanan (Kemhan) memastikan tidak ada niat untuk membangkitkan atau pun mengembalikan sistem Dwifungsi TNI, jika memungkinkan pejabat militer aktif menempati jabatan-jabatan politik.
“Kementerian Pertahanan dan TNI itu tidak ada sama sekali niat untuk seperti yang dikhawatirkan masyarakat ya, bahwa ada Dwifungsi TNI atau mengembalikan Dwifungsi ABRI,” kata Kepala Biro (Karo) Infohan Setjen Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Frega Ferdinand Wenas Inkiriwang kepada awak media di Kantor Kemhan, Jakarta, Selasa (25/02/2025).
Hal itu disampaikan Frega merespons pernyataan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengingatkan prajurit TNI aktif harus mundur ketika masuk dalam dunia politik.
Frega menegaskan, penempatan pejabat TNI aktif di beberapa sektor yang umumnya dijabat masyarakat sipil semata-mata untuk membantu kinerja pemerintah dalam memperkuat kedaulatan.
Dia menilai saat ini penguatan kedaulatan yang menjadi perhatian TNI bukan hanya di bidang pertahanan saja melainkan pangan, ekonomi hingga kebudayaan.
Frega pun mengambil contoh di bidang kedaulatan pangan.
“TNI juga berperan dalam memperkuat kedaulatan pangan dengan menempatkan orang-orang terbaiknya di sektor pangan negara,” ucapnya.
Tentu orang yang dipilih menurutnya, harus memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang ketahanan pangan dan teritorial.
“Berbicara tentang kedaulatan pangan bagian dari pertahanan nirmiliter dimana ada permintaan dari lembaga-lembaga negara yang memang membutuhkan keadilan tertentu pada jabatan tertentu,” kata Frega.
Frega memastikan penempatan pejabat TNI aktif dalam jabatan sipil sudah melalui prosedur yang berlaku dan kinerjanya akan dinilai secara objektif.
“Kita bekerja semuanya secara prosedural, dan tentunya melalui pengkajian, apabila ada permintaan dari kementerian ataupun dari pemerintah,” jelas Frega.

Diketahui sebelumnya, Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berbagi pengalaman kepada 38 pengurus daerah Partai Demokrat di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Minggu (23/02/2025) lalu.
SBY saat terjadi transisi dari otoritarianisme Orde Baru ke reformasi, pemerintah harus bekerja keras karena di tahun 1998-1999 situasi negara saat itu genting.
Salah satu tuntutan reformasi pada waktu itu adalah, reformasi TNI dan penghapusan Dwifungsi ABRI.
“Disinilah naskah utama reformasi. Disini, Dwifungsi kita akhiri. Kekaryaan kita akhiri, bisnis TNI yang keluar dari lapangan kita akhiri, sistem hukum kita tata kembali,” kata SBY.
SBY pun mengungkit, putranya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang harus mundur dari TNI demi masuk dalam pertarungan perebutan kursi Gubernur DKI Jakarta pada 2016 silam.
Walau kalah dalam pemilihan Gubernur kala itu, pria yang akrab disapa AHY itu, kini aktif di dunia politik dan saat ini terpilih secara aklamasi dalam Kongres VI Partai Demokrat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat untuk periode 2025-2030.*Boelansorotmerahputih
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp sorotmerahputih.com klik di sini