Sorot Merah Putih, Jakarta – Indonesia Police Watch (IPW) mengimbau Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto untuk menertibkan aparat TNI yang terlibat dalam penegakan hukum di Kabupaten Solok dan Medan, yang bukan merupakan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi).
IPW menilai, keterlibatan TNI dalam penegakan hukum berpotensi mengganggu sistem hukum yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, menyoroti kejadian di Kabupaten Solok, Sumatera Barat, terkait terbitnya Surat Perintah Nomor: Sprin/85/II/2025 yang ditandatangani oleh Komandan Distrik Militer (Kodim) 032/Solok, Letkol Sapta Raharja, pada 17 Februari 2025. Surat tersebut berisi instruksi penertiban tambang emas tanpa izin (PETI) di wilayah Kabupaten Solok.
Kasus serupa juga terjadi di Medan, dimana prajurit TNI Angkatan Darat (AD) dari Kodam I Bukit Barisan melakukan penggerebekan terhadap sebuah gudang yang diduga menyimpan oli palsu di Kompleks Pergudangan Harmoni, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deliserdang.
Penggerebekan serupa juga dilakukan di Kompleks Pergudangan Intan, Jalan Letda Sujono, Tembung, Kota Medan.
“Penggerebekan oli palsu berbagai merek ini dilakukan pada 19 Februari 2025 dengan menyita ribuan kotak berisi oli palsu,” ujar Sugeng dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (21/02/2025).
Kepala Staf Kodam I Bukit Barisan, Brigjen Refrizal, dalam konferensi pers pada 20 Februari 2025, menyatakan bahwa dalam operasi tersebut, pihaknya berhasil mengamankan lebih dari 30 truk berisi produk oli ilegal.
“Dalam penindakan tersebut, kami berhasil menemukan serta mengamankan ribuan produk oli palsu di lokasi tersebut. Produk-produk ilegal ini terdiri dari berbagai merek, dengan total barang bukti mencapai lebih dari 30 truk,” kata Brigjen Refrizal, dalam keterangan persnya, Kamis (20/02/2025) seperti yang dipublikasikan www.medan.viva.co.id pukul 18.20 WIB.
Namun, IPW menegaskan bahwa tindakan tersebut dilakukan tanpa melibatkan institusi yang berwenang menurut Undang-Undang, yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Sugeng menilai bahwa intervensi TNI dalam penegakan hukum dapat menimbulkan ketidakpastian hukum serta berpotensi memicu gesekan antara aparatur negara di lapangan.
“Dua peristiwa intervensi ini berpotensi menciptakan ketidakpastian hukum serta ketidakadilan bagi masyarakat yang menjadi sasaran penertiban. Selain itu, tindakan TNI tidak dapat dikaji melalui mekanisme praperadilan sebagaimana diatur dalam KUHAP,” ujar Sugeng.
Lebih lanjut, Sugeng menjelaskan bahwa tindakan tersebut juga tidak memiliki dasar hukum yang jelas, karena TNI tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan Pro Justitia atau pemberkasan perkara terhadap warga sipil yang diduga melanggar hukum.
“Akibatnya, proses hukum terhadap kasus-kasus yang ditangani oleh TNI dapat terhambat dan tidak dapat diproses melalui mekanisme peradilan yang berlaku,” ucapnya.
IPW juga menyoroti bahwa intervensi TNI dalam penegakan hukum bertentangan dengan Pasal 30 Undang-Undang Dasar 1945 serta Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000.
Dalam ketentuan tersebut, disebutkan bahwa TNI bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan serta kedaulatan negara, sementara penegakan hukum merupakan tugas Polri.
Untuk menghindari tumpang tindih kewenangan, IPW mendesak agar Panglima TNI segera menertibkan aparatnya yang melakukan intervensi dalam tugas penegakan hukum.
Menurut Sugeng, langkah ini penting untuk memastikan setiap institusi negara menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Penegakan hukum adalah tugas Polri. Oleh karena itu, dua peristiwa di Solok dan Medan harus dikembalikan kepada institusi yang berwenang agar tertib hukum tetap terjaga,” pungkas Sugeng.*Boelansorotmerahputih
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp sorotmerahputih.com klik di sini