Sorot Merah Putih, Jakarta – Hasanuddin, Koordinator SIGA 98 (Simpul Aktivis Angkatan 1998) mengatakan, pemberantasan Korupsi di tubuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak akan terkendala dengan status direksi dan komisaris yang bukan lagi bagian dari Penyelenggara Negara.
Hal itu disampaikan Hasanuddin menyikapi Pengesahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN yang berlaku sejak 24 Februari 2025, yang memunculkan pro kontra dalam ranah pemberantasan korupsi di Indonesia.
Menurut Hasanuddin, KPK, Kejagung dan Polri tetap bisa mengusut BUMN sepanjang ada kerugian keuangan negara.
“Sepanjang ada kerugian negara, KPK, Kejagung dan Polri tetap bisa mengusut yang ditimbulkan oleh praktek curang komisaris dan direksi atau pegawai BUMN dalam menjalankan usahanya,” jelasnya.
Status komisaris dan direksi, lanjutnya, yang bukan lagi penyelenggara negara, tidak mengubah korporasi itu dalam status milik negara.
“Artinya negara tetap hadir, baik dalam usahanya maupun pengawasan BUMN sebagai korporasi yang membantu negara untuk mensejahterakan rakyat,” imbuh dia.
SIAGA 98 menilai ada upaya “framing” yang dilakukan pihak-pihak tertentu agar penegak hukum terdelegimasi pada saat mengusut korupsi ditubuh BUMN, dengan menafsirkan secara reduksionis pasal terkait Komisaris dan Direksi bukan lagi penyelenggara negara.
““Kami menilai ada upaya untuk membatasi ruang gerak aparat penegak hukum dengan menyederhanakan tafsir soal status komisaris dan direksi. Ini bisa membahayakan proses pemberantasan korupsi di sektor strategis negara,” tegas Hasanuddin.
SIAGA 98 meminta KPK, Kejagung dan Polri terus mendalami dugaan korupsi ditubuh BUMN.
“Sebab, BUMN yang sehat akan banyak membantu negara tidak hanya pendapatan negara melainkan juga lapangan kerja, dan lain sebagainya,” tandasnya.*Boelan
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp sorotmerahputih.com klik di sini
Komentar 2