Sorot Merah Putih, Jakarta – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak menegaskan bahwa korupsi bukan sekadar kejahatan finansial, melainkan penyakit sistemik yang melumpuhkan negara dan menjadi akar dari berbagai persoalan bangsa, mulai dari kemiskinan, kerusakan lingkungan, hingga runtuhnya demokrasi.
Pesan itu ia sampaikan dalam Kuliah Umum bertajuk “Tindak Pidana Korupsi di Republik Indonesia” pada kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa di Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Kejaksaan, Jakarta Selatan, Jumat (26/9/2025).
“Korupsi adalah akar dari kemiskinan, kerusakan lingkungan, hingga runtuhnya demokrasi. Ia bukan sekadar kejahatan finansial, tetapi penyakit yang melumpuhkan negara,” tegas Tanak di hadapan ratusan calon jaksa.

Integritas Lebih Penting dari Jabatan
Tanak menekankan bahwa integritas merupakan inti dari kepemimpinan. Tanpa keselarasan antara pikiran, ucapan, dan tindakan, strategi dan kebijakan hanya akan menjadi jargon kosong.
“Legitimasi pemimpin bukan diukur dari jabatan formal, tetapi dari warisan moral yang ditinggalkan,” ujarnya.
Ia juga menyoroti Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2024 yang masih berada di angka 37 dari 100 dengan peringkat 99 dari 180 negara. Angka tersebut menjadi peringatan bahwa praktik suap dan penyalahgunaan wewenang masih mengakar kuat.
“Angka itu cerminan rendahnya integritas negara kita. Reformasi birokrasi tidak akan berarti tanpa pemimpin yang jujur,” tambahnya.
Jaksa Garda Terdepan Penegakan Hukum
Menurut Tanak, pemimpin yang jujur salah satunya lahir dari kalangan jaksa sebagai garda terdepan penegakan hukum.
Ia berharap para calon Jaksa mampu menjunjung tinggi integritas sejalan dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 demi mewujudkan negara yang adil dan makmur.
Dalam paparannya, Tanak juga menguraikan perjalanan regulasi pemberantasan korupsi, mulai dari Perpu 1960 hingga UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001.
Tanak menjelaskan teori Fraud Triangle yang mencakup pressure (tekanan), opportunity (peluang), dan rationalization (pembenaran), serta teori GONE (Greed, Opportunity, Need, Expose) yang menunjukkan bahwa korupsi tak hanya lahir dari keserakahan, tetapi juga akibat lemahnya pengawasan dan minimnya akuntabilitas.
“Selama monopoli dan kekuasaan tidak diimbangi pengawasan, praktik lancung akan terus terjadi,” ujarnya.
Bahaya State Capture dan Tiga Pesan Kunci
Tanak turut mengingatkan ancaman state capture corruption, yakni ketika regulasi dan kebijakan dimanipulasi demi kepentingan kelompok tertentu.
“Pemimpin yang gagal menjaga integritas, akan mudah terjebak dalam arus kepentingan dan kehilangan legitimasi,” tegasnya.
Mengakhiri kuliah umum, Tanak menyampaikan tiga pesan kunci: pemimpin diharapkan mampu menjadi teladan yang berintegritas, bangun kultur organisasi yang jujur dan akuntabel, serta tanamkan integritas sebagai DNA reformasi nasional.
“Sejarah selalu berpihak pada mereka yang berani menjaga integritas,” pungkasnya.***
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp sorotmerahputih.com klik di sini