Sorot Merah Putih, Jakarta – Aktivis 98, Haris Rusly Moti, menegaskan dukungannya terhadap langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam mengusut tuntas aksi teror pengiriman kepala babi dan bangkai tikus ke kantor redaksi Tempo.
Haris menilai, aksi teror ini harus diungkap hingga ke dalang dan motif yang melatarbelakanginya.
“Peristiwa ini menciptakan kegaduhan dan terkesan sebagai upaya merekayasa persepsi negatif terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto,” ujar Haris, Senin (24/03/2025).
Haris juga mengecam keras aksi teror tersebut, yang belakangan turut menyasar aktivis dari organisasi civil society KontraS.
Ia menegaskan bahwa kebebasan berpendapat dan berekspresi merupakan hak yang dijamin konstitusi dan harus dihormati oleh semua pihak.
Sebagai Komandan Relawan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024, Haris memastikan bahwa aksi teror ini bukan berasal dari jajaran pemerintahan Presiden Prabowo maupun para pendukungnya.
Sebaliknya, ia menilai peristiwa ini justru merugikan pemerintah dengan menciptakan kegaduhan dan persepsi negatif di tengah masyarakat.
“Pemerintahan Prabowo justru sangat dirugikan akibat munculnya narasi yang menyudutkan, padahal Presiden baru-baru ini menegaskan penghargaan terhadap kritik media dan kebebasan berpendapat,” tambahnya.
Haris mengungkapkan bahwa dalam pidato pada 19 Maret lalu, Presiden Prabowo telah menginstruksikan para Menteri serta pejabat terkait untuk meningkatkan komunikasi publik agar tidak terjadi kesalahpahaman yang berujung pada protes atau persepsi keliru.
“Presiden jelas meminta seluruh jajaran pemerintahannya untuk memperbaiki komunikasi dengan rakyat. Ini bukti bahwa beliau sangat terbuka terhadap kritik dan tidak anti-demokrasi,” tegas Haris.
Haris menduga, aksi ini dilakukan untuk menggiring opini bahwa pemerintahan Prabowo bersifat militeris dan menekan kebebasan sipil.
“Jika kita analisis, ada upaya pembentukan persepsi di media sosial seolah-olah pelaku berasal dari lingkar kekuasaan. Ini jelas kesimpulan yang dipaksakan dan merugikan pemerintah,” katanya.
Haris juga menyoroti bahwa peristiwa ini terjadi bertepatan dengan pembahasan RUU TNI di DPR RI, serta menyasar dua institusi institusi civil society yang dikenal kritis terhadap kebijakan pemerintah, yakni Tempo dan KontraS.
Menurutnya, pola ini memudahkan pembentukan persepsi bahwa pemerintah berada di balik teror tersebut.
Lebih jauh, Haris menilai bahwa teror terhadap media dan organisasi sipil hanyalah target antara. Target utamanya, kata dia, adalah membangun citra bahwa pemerintahan Prabowo bersifat militeristik dan anti-demokrasi.
“Dari analisis media sosial, terlihat adanya upaya sistematis untuk membangun narasi bahwa pemerintahan Prabowo mengadopsi pendekatan represif. Ini tampaknya juga dimaksudkan untuk menghambat inisiatif Prabowo dalam memperbaiki komunikasi publik,” ungkapnya.
Haris menduga bahwa operasi teror ini merupakan bagian dari skenario untuk menciptakan situasi ketidakpercayaan terhadap pemerintah (distrust), ketidakstabilan sosial (disorder), dan ketidakpatuhan terhadap hukum (disobedience).
Tanpa ragu, Haris menyebut dua kelompok yang berpotensi terlibat dalam memperkeruh situasi ini.
Kelompok pertama adalah koruptor kelas kakap, yaitu mafia migas yang tak rela kerajaan korupsinya runtuh serta pelaku korupsi lain sedang ditangani KPK namun terus berupaya melawan melalui beragam akrobat politik.
Kelompok kedua, adalah kepentingan geopolitik global yang tidak sejalan dengan arah kebijakan Prabowo yang berioentiasi nasionalistik kerakyatan.
“Ada pihak-pihak yang berkepentingan untuk memicu konflik antara masyarakat dan pemerintah yang dapat memicu terjadi gelombang protes people power,” tandasnya.*Boelan
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp sorotmerahputih.com klik di sini