Sorot Merah Putih, Babel – Tim Pengarah dan Tim Pelaksana Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) melakukan langkah tegas dalam penataan tata kelola pertambangan timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel).
Dalam kunjungan kerja pada Selasa (30/9/2025), tim yang terdiri dari sejumlah pejabat tinggi negara itu meninjau langsung sejumlah lokasi tambang ilegal dan menyita fasilitas pengolahan pasir timah untuk diserahkan kepada negara.
Tim yang hadir antara lain Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh, Wakil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Silmy Karim, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Febrie Adriansyah, Kepala Staf Umum TNI Letjen TNI Richard Taruli H. Tampubolon, serta Direktur Utama MIND ID Maroef Sjamsoeddin.
Salah satu lokasi yang dikunjungi adalah PT Trinindo Internusa, salah satu dari lima smelter pengolahan pasir timah yang telah disita oleh penyidik Kejaksaan Agung dan telah berkekuatan hukum tetap.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Anang Supriatna menjelaskan, fasilitas smelter tersebut nantinya akan diserahkan kepada negara agar hasilnya dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat.
“Penyitaan dan penertiban ini merupakan bagian dari upaya penegakan hukum dan perbaikan tata kelola tambang agar kekayaan sumber daya alam negara dapat kembali dikelola secara sah dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat,” ujar Anang dalam keterangannya, Rabu (1/10/2025).

Satgas PKH Tertibkan Tambang Ilegal
Selain menyita smelter, tim Satgas PKH juga melakukan penertiban terhadap sejumlah perusahaan tambang ilegal yang beroperasi di wilayah Bangka Belitung.
Penertiban dilakukan secara menyeluruh sebagai bagian dari dukungan terhadap penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk yang saat ini tengah ditangani JAM PIDSUS.
Penyidikan ini melibatkan sejumlah pihak swasta yang diduga menjadi kolektor pasir timah ilegal. Mereka diduga membeli pasir timah dari penambangan tanpa izin di dalam wilayah IUP PT Timah Tbk dan mengoordinir penambang ilegal melalui jaringan sub kolektor yang tersebar di Bangka Barat, Sungailiat, Bangka Selatan, dan wilayah lain.
Pasir timah ilegal itu kemudian dijual ke sejumlah smelter swasta di Kepulauan Bangka Belitung, dan hasil keuntungannya dinikmati seolah berasal dari kegiatan tambang sah. Faktanya, para pihak swasta tersebut tidak memiliki IUP maupun Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), yang merupakan syarat mutlak dalam pelaksanaan kegiatan penambangan.
Produksi PT Timah Tak Seimbang dengan Smelter Swasta
Secara umum, PT Timah Tbk memiliki wilayah IUP yang mencakup area darat dan laut di Bangka, Belitung, Pulau Kundur, Kepulauan Riau, dan sebagian Provinsi Riau, dengan total luas sekitar 288.000 hektare.
Namun, tingkat produksi PT Timah Tbk justru tidak sebanding dengan jumlah produksi yang dilaporkan oleh smelter swasta di Bangka Belitung.
Hasil penyidikan mengungkap bahwa rendahnya produksi PT Timah Tbk disebabkan oleh maraknya penambangan ilegal di dalam wilayah IUP perusahaan pelat merah tersebut.
“Negara mengalami kerugian besar akibat praktik ilegal ini. Karena itu, Kejaksaan Agung bersama Satgas PKH terus memperkuat penegakan hukum, menyita aset, dan menata kembali tata kelola pertambangan agar sesuai aturan dan berpihak pada kepentingan negara dan masyarakat,” tegas Anang.
Rapat dengan Forkopimda Babel
Sebagai bagian dari kunjungan kerja, Satgas PKH juga menggelar pertemuan dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung di Kantor Kejaksaan Tinggi setempat.
Pertemuan ini membahas langkah strategis penyelesaian persoalan tata kelola pertambangan dengan mengedepankan kepentingan negara dan kesejahteraan masyarakat.
Langkah tegas Satgas PKH ini menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah tidak akan mentolerir praktik pertambangan ilegal yang merugikan negara.
“Penertiban tambang ilegal dan penyitaan smelter yang hasilnya akan dikembalikan kepada negara diharapkan menjadi momentum perbaikan tata kelola sumber daya alam, khususnya komoditas timah, yang lebih transparan, adil, dan berkelanjutan,” pungkas Anang.***
*Siaran Pers No: PR-839/074/K.3/Kph.3/09/2025
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp sorotmerahputih.com klik di sini