Sorot Merah Putih, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti praktik pemerasan terhadap tenaga kerja asing (TKA), khususnya dalam pengurusan perizinan kerja yang menjadi bagian dari layanan publik di sektor ketenagakerjaan.
Seakan menjadi fenomena, sebelumnya KPK sudah mengidentifikasi modus pengurusan perizinan tersebut sejak tahun 2012, meskipun sebelumnya telah dilakukan kajian dan rekomendasi perbaikan sejak lebih dari satu dekade lalu.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo menjelaskan bahwa lembaganya kembali melakukan kajian mendalam atas sistem pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan, menyusul adanya penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam pengesahan izin tersebut.
“Sejak 2012, KPK sudah mengidentifikasi sejumlah celah korupsi dalam sistem Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA), yang sekarang dikenal sebagai RPTKA, dan merekomendasikan perbaikan sistemik. Namun, faktanya praktik pemerasan masih terjadi,” ujar Budi, dalam keterangannya. Jum’at (13/6/2025).
Budi mejelaskan, dalam kajian tahun 2012 tersebut, KPK telah memberikan sejumlah rekomendasi kepada Kementerian Tenaga Kerja, seperti: menutup ruang diskresi yang membuka ruang transaksional, membangun sistem layanan one stop service.
Pun KPK melakukan kajian mengoptimalkan pengawasan internal agar tidak terjadi pertemuan tertutup tanpa dokumentasi atau mekanisme kontrol publik, serta memperkuat sistem teknologi informasi guna mendukung transparansi dan efisiensi layanan IMTA.
“Ironinya, celah-celah dan pola itu kembali muncul dalam modus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengurusan TKA yang sekarang sedang kami lakukan penyidikan,” ucapnya.
Adapun modus operandi yang dilakukan melalui proses penerbitan pengesahan RPTKA, bahwa pihak-pihak pada Direktorat PPTKA di Kemnaker diduga melakukan pemerasan kepada pemohon.
“Meskipun pengajuan izin sudah dilakukan secara online, namun masih ditemukan adanya pemerasan dalam proses pembuatan izin tersebut, yang diantaranya melalui pertemuan langsung antara petugas dan pemohon, ataupun komunikasi lewat pesan pribadi,” ungkapnya.
Karena praktik dan modus ini terus berulang, lanjut dia, KPK menilai bahwa implementasi rekomendasi tersebut belum berjalan optimal atau hanya bersifat parsial.
Untuk itu, pasca penindakan, KPK akan melakukan mitigasi risiko terkait hal ini secara paralel, baik melalui perbaikan pencegahan korupsi di Kemnaker maupun melakukan kajian lanjutan secara komprehensif, dengan fokus pada pembenahan tata kelola ketenagakerjaan di Indonesia, khususnya dalam hal RPTKA.
Secara umum, KPK tentu juga mendorong seluruh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk aktif memperbaiki tata kelola perizinan, membangun sistem yang transparan, serta memperkuat integritas aparatur pelayanan.
“Upaya bersama ini diharapkan mampu memperkuat kepercayaan dunia internasional dan berkontribusi pada peningkatan skor Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index) Indonesia,” tutupnya.*
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp sorotmerahputih.com klik di sini
















