Sorot Merah Putih, Jakarta – Federasi Serikat Pekerja BUMN Indonesia Raya (FSP BUMN IRA) menyatakan kekecewaan terhadap Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemenaker) yang dinilai bertindak tidak adil dan diskriminatif dalam menyikapi kasus-kasus kepailitan perusahaan, khususnya yang melibatkan anak usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Sorotan tajam itu muncul setelah tidak adanya respons konkret dari Kemenaker terhadap nasib ratusan mantan pekerja PT Indofarma Global Medika (IGM), anak usaha PT Indofarma Tbk, yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 10 Februari 2025.
“Sudah lebih dari tiga bulan sejak keputusan pailit, tapi belum ada langkah nyata dari Kemenaker untuk menangani hak-hak 400 pekerja dan pensiunan IGM yang nilainya lebih dari Rp80 miliar,” ungkap Ridwan Kamil, Sekretaris Jenderal FSP BUMN IRA, dalam keterangannya, Senin (26/5/2025).
Hak-hak tersebut mencakup tunggakan gaji, pesangon, hingga berbagai tunjangan yang belum dibayarkan. Kamil menegaskan bahwa pemerintah seharusnya tidak tinggal diam terhadap penderitaan para mantan pekerja yang menjadi korban kebangkrutan perusahaan karena dugaan korupsi.
Kekecewaan FSP BUMN IRA semakin memuncak ketika membandingkan perlakuan Kemenaker terhadap mantan pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), perusahaan tekstil swasta yang juga mengalami pailit menyusul penangkapan pemiliknya oleh Kejaksaan Agung atas kasus korupsi senilai Rp692 miliar.
“Hanya dalam hitungan hari, Kemenaker melalui Wamenaker Immanuel Ebenezer langsung turun tangan, mendorong agar pesangon mantan pekerja Sritex segera dibayarkan, bahkan berjanji mengawal prosesnya,” ujar Kamil.
Pernyataan Wamenaker tersebut menyebar luas di media, sehingga menimbulkan pertanyaan dari para eks pekerja IGM: Mengapa negara begitu cepat bereaksi terhadap satu kasus, namun bungkam terhadap yang lain?
“Kami juga Korban, apa Salahnya Kami?” Jusup Imron Danu, perwakilan mantan pekerja IGM, mengungkapkan rasa kecewa dan frustrasinya.
“Apakah karena kami bukan perusahaan swasta besar? Atau karena kami tidak viral? Padahal kami juga korban korupsi yang berujung pailit. Kami merasa ditinggalkan,” ujarnya lantang.
Danu menekankan bahwa keadilan sosial tidak boleh bersifat selektif. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk hadir bagi semua korban ketidakadilan, tanpa memandang seberapa besar perhatian publik terhadap kasus mereka.
“Kami akan terus bersuara. Negara harus bertindak adil. Jangan biarkan kami terus menunggu tanpa kepastian, sementara hak kami dilupakan,” tegasnya.
FSP BUMN IRA mendesak Kemenaker untuk segera turun tangan dan membuka ruang dialog dengan para mantan pekerja IGM.
Langkah konkret dan transparan dinilai perlu agar kepercayaan terhadap negara sebagai pelindung hak pekerja tidak luntur.
“Kalau negara hanya berpihak ketika kamera menyala, lalu bagaimana dengan kami yang menunggu dalam sunyi?” tuntas Ridwan Kamil.*Boelan
Baca juga :
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp sorotmerahputih.com klik di sini