Sorot Merah Putih, Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, perdebatan muncul di media sosial terkait susu dalam menu MBG yang disebut hanya mengandung 30 persen susu segar. Namun, di balik angka itu, ada penjelasan ilmiah yang kerap luput dari pemahaman masyarakat.
Menurut Epi Taufik, anggota tim pakar Badan Gizi Nasional (BGN) sekaligus Guru Besar Ilmu dan Teknologi Susu Fakultas Peternakan IPB, klaim bahwa susu MBG “hanya 30 persen susu segar” tidak berarti gizinya berkurang.
“Secara alami, susu sapi segar mengandung sekitar 88 persen air dan 12 persen bahan kering yang terdiri dari lemak, protein, laktosa, dan mineral,” ujar Epi dalam keterangan tertulis.
Ia menegaskan, baik susu sapi, susu kambing, maupun ASI pada dasarnya didominasi oleh air. “Jadi wajar jika komposisi susu terlihat memiliki kandungan air tinggi, karena memang itu sifat alami susu segar,” tambahnya.
BGN Tegaskan Kandungan Gizi Susu MBG Setara Susu Segar
Epi menjelaskan bahwa spesifikasi susu MBG telah mengikuti aturan ketat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), khususnya Peraturan BPOM Nomor 13 Tahun 2023 tentang kategori pangan “Susu Cair Plain Lain dalam bentuk Susu Lemak Penuh Rekombinasi”.
Artinya, susu MBG wajib berbahan baku susu segar minimal 20 persen, yang kemudian diperkaya dengan padatan susu dan kandungan gizi setara susu segar.
“Kandungan kalsium tidak boleh kurang dari 15 persen nilai harian, kadar lemak minimal 3 persen, protein minimal 2,7 persen, dan karbohidrat serta mineral tidak kurang dari 7,8 persen,” paparnya.
Dengan demikian, susu MBG tetap memenuhi standar gizi ideal, sekalipun kadar susu segarnya tidak 100 persen.
“Bukan berarti kalau susu segarnya 20 persen, sisanya air biasa. Kandungan gizinya tetap setara dengan susu segar,” tegas Epi, yang juga dikenal sebagai satu-satunya profesor di bidang ilmu susu di Indonesia.
Presiden Prabowo Dorong Peningkatan Produksi Susu Lokal
Sejak awal, Presiden Prabowo Subianto menegaskan keinginannya agar bahan baku susu MBG berasal sepenuhnya dari produksi dalam negeri. Namun, Epi mengungkapkan, realitas di lapangan menunjukkan produksi susu segar Indonesia baru mampu memenuhi sekitar 20 persen dari total kebutuhan nasional.
“Produksi susu segar kita masih di bawah satu juta ton per tahun,” ungkap Epi.
Artinya, sebelum program MBG dijalankan pun, Indonesia sudah bergantung pada impor susu hingga 80 persen untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rutin masyarakat.
Dengan tambahan kebutuhan untuk program MBG, pemerintah menghadapi tantangan menjaga keseimbangan antara pemenuhan gizi anak bangsa dan kemandirian peternak lokal.
“Karena itu, BGN menetapkan kadar susu segar minimal 20 persen dengan kandungan gizi setara susu segar, agar tidak menambah beban impor,” jelasnya.
Langkah Bertahap Menuju Swasembada Susu Nasional
Kebijakan ini juga sejalan dengan arahan Presiden Prabowo agar program MBG menyerap bahan baku lokal sebanyak mungkin. Pemerintah menegaskan, porsi susu segar dalam MBG akan ditingkatkan secara bertahap mengikuti peningkatan produksi dalam negeri.
Pendekatan bertahap ini dinilai strategis dan realistis sekaligus memberi ruang bagi para peternak sapi perah nasional untuk meningkatkan kapasitas produksi mereka tanpa harus bersaing dengan lonjakan impor.
Dengan dukungan kebijakan yang berpihak pada peternak lokal dan pengawasan mutu dari BGN dan BPOM, susu MBG bukan hanya soal gizi, tetapi juga wujud nyata keberpihakan pemerintah terhadap ketahanan pangan nasional.
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp sorotmerahputih.com klik di sini