Sorot Merah Putih, Jakarta – Menteri Pertahanan (Menhan) sekaligus Menko Polhukam ad interim, Sjafrie Sjamsoeddin, menegaskan bahwa langkah sejumlah perwira tinggi TNI yang berkonsultasi ke Polda Metro Jaya terkait dugaan pidana CEO Malaka Project, Ferry Irwandi, merupakan ranah operasional yang sepenuhnya berada di bawah kewenangan Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto.
Menurut Sjafrie, sistem komando di TNI sudah jelas, termasuk pembagian wewenang antara pimpinan kementerian dengan Panglima TNI.
“Itu ranah operasional, silakan ditanyakan langsung kepada Panglima TNI. Kalau terkait kebijakan nasional, barulah bisa ditanyakan kepada saya,” ujar Sjafrie di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (9/9/2025).
Ia menambahkan, pembagian kewenangan ini merupakan bagian dari tata kelola pertahanan yang harus dihormati.
“Saya serahkan kewenangan tersebut kepada Panglima TNI. Kita punya strata pendelegasian wewenang yang sudah jelas,” imbuhnya.
Perwira Tinggi TNI Temui Polda Metro
Sehari sebelumnya, tiga perwira tinggi TNI—Dansatsiber Brigjen Juinta Omboh Sembiring, Danpuspom Mayjen Yusri Nuryanto, dan Kapuspen Brigjen Freddy Ardianzah—mendatangi Polda Metro Jaya. Mereka melakukan konsultasi hukum terkait dugaan tindak pidana yang melibatkan Ferry Irwandi.
Brigjen Sembiring mengatakan, temuan itu berasal dari patroli siber. “Kami menemukan fakta-fakta dugaan tindak pidana yang dilakukan saudara Ferry Irwandi,” jelasnya.
Sembiring juga menyebut pihaknya sempat berupaya menghubungi Ferry, namun tidak mendapat respons. “Kami hubungi, handphonenya mati. Saya coba staf juga tidak bisa. Maka kami konsultasikan, karena ini berkaitan dengan persoalan algoritma dan dunia siber,” ujarnya.
Ferry Irwandi Siap Jalani Proses Hukum
Melalui video di akun Instagramnya @irwandiferry, Ferry membantah tuduhan tersebut dan menyatakan siap menghadapi proses hukum.
“Kalau tindakan ini dianggap bisa membuat saya takut, khawatir, atau cemas, tidak. Saya akan jalani, karena kita hidup di negara hukum,” kata Ferry.
Ia juga menolak klaim sulit dihubungi. Menurut Ferry, tidak ada pesan atau panggilan dari pihak TNI yang masuk.
Kritik dari Masyarakat Sipil
Meski begitu, sejumlah organisasi masyarakat sipil menilai langkah TNI ke ranah sipil perlu dikoreksi. Koalisi yang terdiri dari Imparsial, Centra Initiative, HRWG, hingga Amnesty International Indonesia, menilai peran militer sebaiknya tidak melebar ke luar fungsi konstitusionalnya.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, bahkan meminta agar Panglima TNI dan Menhan turun tangan mengoreksi langkah tersebut.
“Saya berharap Komisi I DPR juga bisa ikut mengklarifikasi agar tidak terjadi penyimpangan dari tugas fungsional dan konstitusional TNI,” ujar Usman.
Pemerintah Pastikan Profesionalisme TNI
Pemerintah melalui pernyataan Menhan Sjafrie menegaskan, prinsip negara hukum tetap menjadi landasan utama. Dengan pendelegasian kewenangan yang tegas, profesionalisme TNI tetap terjaga, dan setiap langkah hukum harus berjalan sesuai aturan yang berlaku.
Sikap ini memperlihatkan komitmen pemerintah untuk menyeimbangkan peran pertahanan negara sekaligus menjamin kebebasan sipil dalam bingkai demokrasi.***
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp sorotmerahputih.com klik di sini